Tidak mudah
Menikah, menurutku adalah sebuah pilihan hidup. Pilihan yang
benar-benar butuh
pemikiran yang matang sebelum mengambil keputusan itu. Sebab akan banyak perubahan
setelah
pernikahan.
Entah suasananya, perasaannya,
pemikirannya, dan terpenting adalah
tanggung jawabnya. Memutuskan untuk menikah, seharusnya
siap untuk menerima segala risiko kehidupan yang
akan datang. Kejutan hidup yang tidak pernah diketahui kapan dan dimana datangnya.
Pernikahan adalah awal mulanya tercipta sebuah keluarga. Momentum penerimaan hal baru dan berbeda dari pasangan akan berjalan seiring
waktu selama hidup bersama.
Terlebih lagi jika ditakdirkan untuk bersama dalam waktu yang
lama. Memiliki anak yang serta merta merubah status keduanya menjadi Ayah dan Ibu.
Menyandang status seorang Ayah dan
Ibu bukanlah hal
yang mudah.
Bukanlah
perkara gampang menghidupi anggota keluarga. Menjadi ayah harus banyak berkorban,
menjadi seorang
ibu apalagi. Mulai dari masa ngidam sampai lahiran saja bukan main-main perjuangannya. Beda
lagi jika anaknya
sudah lahir, kemudian tumbuh
gigi,
sudah bisa tengkurap, lalu berjalan, berlari, dan banyak lagi masa pertumbuhan umum yang
lain. Perkara makan hati dan harus bersikap sabar bagai makanan sehari-hari.
Antara Ayah dan Ibu, yang paling banyak menghabiskan waktu bersama anak, tentu Ibunya. Meskipun
itu tidak menutup kemungkinan ada juga sosok Ayah yang
lebih sering bersama
anak. Tapi secara
umum
diluar sana, nama
Ayah sudah menjadi viral dan dikenal
sebagai sosok pencari nafkah, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan,
dan
papan keluarganya. Sosok pencari nafkah yang tentunya lebih dominan menghabiskan waktu diluar rumah, juga lebih
sedikit intensitasnya
bertemu
dan menghabiskan waktu dengan sang anak. Sedangkan Ibu, hampir
setiap hari, bahkan setiap jam bersama anak dan
saling berinteraksi. Ibu tahu betul sikapnya, tingkah lakunya, apa yang anaknya suka dan
tidak suka.
Membahas tentang Ibu. Tentu ada banyak kesan yang bisa diceritakan. Seseorang
yang paling berjasa dalam
hidup setiap orang, tentu ada nama Ibu yang menjadi urutan nomor
satu dalam daftarnya. Seseorang yang
selalu ada melindungi dan mengajari kita mengenal
hidup. Mulai dari tidak tahu apa-apa sampai menjadi seseorang seperti sekarang.
Meskipun aku sendiri belum menikah, terlebih lagi menjadi seorang Ibu. Tapi aku sudah banyak belajar dari Ibuku. Tangan dan kaki kasarnya seolah memberi gambaran betapa kerasnya dunia. Senyum pilu yang ia ukir dibibirnya seolah memberi tahu bahwa bertahan untuk hidup di dunia bukalah hal yang mudah dijalani. Ada banyak sekali batu kerikil sebagai ujian hidup yang datang silih berganti. Cobaan dari berbagai macam zona kehidupan membuat diri harus siap menerima dan menanggung masalah yang ada. Sebisa mungkin untuk mencari jalan keluar dari masalah yang mau tidak mau harus kita hadapi.
Menjadi
seorang
Ibu, yang memiliki
lebih dari satu anak
akan terasa lebih jauh berbeda. Level sabar yang dibutuhkan juga makin meningkat. Menghadapi anak-anak yang
punya watak, kebiasaan, dan cara pandang yang berbeda akan memberikan tekanan luar
biasa. Akan ada
perselisihan, sikap egois antar
saudara, bahkan sampai menimbulkan
perkelahian hebat. Hal yang
kita
anggap wajar-wajar saja terjadi dalam persaudaraan, tetap
akan meninggalkan goresan luka
dalam hatinya, sekecil apapun goresan itu. Disaat kejadian gaduh seperti itu,
tentu seorang Ibu
juga mendapatkan
tekanan
batin
dalam dirinya.
Perlakuan kasar yang anaknya perlihatkan seringkali membuatnya marah, kecewa, sedih, dan frustasi.
Seiring waktu makin bertambahnya usia seoarang anak, tentu juga banyak belajar dan mendewasa. Peran Ibu mulai berkurang seiring waktu. Ibu tidak perlu lagi mengurus sesuatu yang lebih kompleks, karena anaknya sudah bisa melakukannya sendiri. Di usia dewasa seorang anak, bukan berarti tidak lagi butuh lagi peran Ibu dalam hidupnya. Hanya saja peran Ibu lebih ke arah kebutuhan jiwa dan batinnya. Mungkin disaat anaknya sudah dewasa nanti dan ada perselisihan antar anaknya, seorang Ibu hanya bisa melerai, memberikan nasehat, dan memberikan kasih sayangnya. Yah, kita perlu tahu bahwa menjadi seorang Ibu tidaklah mudah.
Aku memiliki rasa kagum tersendiri jika melihat seoarang Ibu yang juga bekerja diluar rumah. Memilih jalan sebagai wanita karir dalam kehidupan sehari-harinya. Bekerja mencari nafkah sebagai bentuk dedikasi terhadap suami, saling memikul beban finansial demi kebutuhan sehari-hari keluarga
mereka. Aku kagum kepada
mereka yang
telaten dan super
aktif
hingga masih bisa membagi waktu. Tahu kapan harus bekerja dan kapan harus memberikan waktu untuk keluarga.
Sekagum-kagumnya aku kepada seorang Ibu diluar sana yang juga ikut membantu mencari nafkah. Aku rasa lebih keren lagi seorang Ibu yang memutuskan untuk mengabdi seutuhnya untuk keluarganya. Seluruh waktunya ia dedikasikan untuk meraih rida suami dan anaknya. Meskipun ada banyak kesempatan diluar sana untuk ia mendapatkan pekerjaan yang berupah. Tetapi lebih memilih untuk bekerja tanpa digaji, siap siaga melayani anggota keluarga selama ia dibutuhkan. Menghabiskan waktu dengan segudang pekerjaan rumah yang tidak ada akhirnya.
Aku banyak belajar dari Ibuku. Ibu yang kuat dan luar biasa sabar menghadapi lima orang anak yang bukan anak kecil lagi. Ibu yang selalu berusaha terlihat kuat dan tangguh dihadapan anak-anaknya, padahal aku tahu bahwa ia sangatlah rapuh dan sedih. Aku bisa melihat kekhawatiran yang luar bisa dari mata dan kata-katanya. Ada banyak kata “tidak apa- apa” yang sebenarnya “ada apa-apa”. Ada banyak kebohongan yang terpaksa ia lakukan untuk terlihat baik-baik saja. Ada rasa sedih yang ia sembunyikan dengan berbagai cara agar tidak ada anaknya yang tahu.
Menghadapi lima orang anak yang punya sikap keras kepala yang berbeda, sungguh bukalah perkara mudah dan biasa. Mulai dari perkara kecil saja bisa menjadi sebuah perkara besar hanya karena tidak ada yang ingin mengalah. Aku sendiri saja, kadang merasa tidak sanggup untuk berada dirumah. Tidak sanggup untuk melihat dan mendengar setiap perdebatan yang ada. Bagaimana dengan Ibu yang sudah mengurus kami bertahun-tahun lamanya. Aku yang tipikal orang yang tidak suka keramaian dan keributan merasa seperti dibuat gila dan frustasi setiap ada keributan. Aku sampai tidak berani membayangkan bagaimana jadinya jika aku yang ada di posisi Ibu selama bertahun-tahun ini. Aku hanya bisa menghela nafas panjang atas sikap Ibuku yang extra sabar itu.
Kesabarannya seorang Ibu, sama sekali bukan hal yang
memberatkan untuknya.
Selama yang ia lakukan tersebut demi anak-anaknya. Baginya anak-anak adalah segalanya.
Aku kira tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana luar
biasanya pengorbanan seorang Ibu untuk anaknya.
Tapi bagaimana jika
seorang Ibu
punya
masalah dengan
keluarga
yang lain terkhusus
jika ada masalah dengan suami. Apakah masih tetap bersikap sabar?. Kita tidak bisa
menyembunyikan kebenaran dan fakta yang ada dimasyarakat bahwa
dalam setiap hubungan, sekalipun suami dan istri. Akan ada bumbu-bumbu kehidupan berumah tangga
yang menguji keharmonisan dan penerimaan diri satu sama lain. Lagi-lagi kesabaran seorang
Ibu
diuji jika hal tersebut terjadi, dan parahnya seringkali seorang Ibu yang
dirugikan dalam
hal
ini. Sekali lagi, aku ingin menegaskan bahwa semua Ibu yang ada di dunia ini adalah Ibu yang hebat, makhluk yang paling sabar dan paling banyak berkorban. Menjadi seorang Ibu
itu
adalah hal yang luar biasa.
Komentar
Posting Komentar