Mengolah rasa
Perpisahan itu jelas ada rasa sakitnya. Perpisahan itu ada rasa bahagianya. Rasa yang jelas banyak diharapkan adalah bahagia bukan?. Tapi apapun hasil akhir dari suatu perpisahan pasti meninggalkan jejak juga makna tersendiri bagi yang mengalami. Rasa sakit baginya bisa saja menjadi pengobat jiwanya untuk sesuatu hal tertentu, rasa sakit mungkin menjadi ujian yang banyak memberikannya pelajaran hidup, atau rasa sakit itu membuat dirinya bahagia di masa depannya, karena rasa sakit itu telah mengarahkan dia untuk berpikir lebih baik lagi untuk tidak lagi mengulang hal yang sama. Beda orang tentu akan berbeda kisah dan cara pandangnya akan segala hal yang terjadi.
Awal pertemuan yang berakhir dengan yang namanya momentum perpisahan pasti akan menyisakan kenangan. Menyisakan kenangan baik dan buruk atau meninggalkan rasa yang bercampur aduk. Bukanlah hal baru dalam hidup ini mendengar semua itu, makin bertambahnya usia makin banyak pelajaran hidup. Pelajaran hidup yang membuat sampai sejauh ini masih bertahan dan memutuskan untuk tetap hidup.
Pada salah satu kisah tentang perpisahan dalam suatu hubungan, tidak jarang mendapatkan kabar berakhir dengan kejadian yang kurang etis dan sangat buruk untuk diterima oleh indra pendengar kita, apalagi jika kabarnya menyebar sampai di masyarakat. Hubungan antara laki-laki dan perempuan misalnya, hubungan yang diberikan label dengan sebutan ‘pacaran’ yang jelas tidak ada dalam ajaran agama Islam. Istilah pacaran pada zaman sekarang tidak dapat diragukan lagi keberadaannya. Dimana pun istilah itu viral dan tersebar ke penjuru dunia. Tidak mengenal umur, tidak mengenal kalangan, bukan hanya orang tua atau orang dewasa saja, remaja yang baru baliqh saja sampai pada anak-anak yang masih bocah sekalipun sudah terkena fenomena pacaran. Nauzubillah
Rasa sayang yang dirasakan setiap insan adalah suatu bentuk anugerah dari-Nya. Allah berikan kepada hambanya, bisa jadi sebagai suatu bentuk nikmat dan bisa pula sebagai bentuk cobaan mengolah rasa sayang yang diberikan Allah. Allah memberikan hambanya ujian hidup dengan berbagai cara, lewat siapa saja, dan seseorang hamba harus siap akan semua itu.
Hubungan yang dengan sengaja terjalin diatas rasa yang belum seharusnya hanya akan mendatangkan kemurkaan Allah. Hubungan tanpa ada ikatan halal juga akad hanya akan menjerumuskan ke ladang penuh dosa. Hamba yang hanya menuruti nafsu birahinya akan terperosok jauh dalam ketidakberdayaan hidupnya. Tidak mampu mengolah rasa dengan sepantasnya sebab iman yang lemah akan berakhir dengan kesengsaraan akibat rasa itu sendiri.
Sebagai hamba Allah yang senantiasa mematuhi perintah dan larangan-Nya harus mampu untuk terus berjaga-jaga dan membentengi diri. Bentengi diri dengan kuat dengan cara memohon perlindungan Allah atas nikmat dan ujian yang Allah takdirkan untuk hidup kita. Mengubur dalam-dalam rasa penumbuh virus yang membuat hati kian berbunga-bunga, rasa yang belum seharusnya tumbuh agar tidak lagi mengalami pertumbuhan yang lebih lebat dan sebelum rasa itu bergelora begitu hebat. Menahan rasa yang begitu besar bergejolak itu butuh niat yang benar-benar kuat agar kita tidak lagi tergoda dengan gampangnya. Kekuatan setan, iblis dan semacamnya sungguh tidak bisa kita remehkan. Selagi ada cela setitik pun, mereka akan berusaha untuk masuk untuk memporak-porandakan, menghancurkan niat dalam hati kita yang telah kita jaga begitu lama.
Kuatkan iman, kuatkan niat untuk tetap mempersembahkan rasa kita hanya kepada-Nya, rasa cinta kita hanya pada Sang Maha Pemberi cinta. Sebisa mungkin selalu mengamalkan ibadah–ibadah yang diharapkan mampu menolong kita untuk tidak berada di jalur yang salah dengan banyaknya tipu daya yang menyilaukan mata juga hati kita.
“Kuatkan iman, kuatkan niat untuk tetap mempersembahkan rasa kita hanya kepada-Nya, rasa cinta kita hanya pada Sang Maha Pemberi cinta”
@nurfitrianaaa07
Komentar
Posting Komentar