Berdamai dengan keadaan


Dalam hidup ini akan selalu ada situasi yang membuat kita merasa bimbang dalam memilih sesuatu. Ada banyak hal yang membuat pilihan itu terasa lebih rumit. Misalnya, merasa takut berlebih akan hasil dari pilihan tersebut, merasa tidak percaya diri akan kesanggupan dalam menanggung risiko yang tidak diketahui kapan datangnya dan akan merugikan siapa saja.

Hidup dalam kebimbangan itu seperti hidup dalam ketegangan dan kekhawatiran. Menjalani hari demi hari dengan beban pikiran yang bertengger dikepala, fikiran yang setiap harinya dibawa kemana-mana. Aku tahu betul hal tersebut sangatlah mengganggu, bahkan bisa mengakibatkan stres.

Beberapa bulan ini aku merasakan hal tersebut. Penyebab masalahnya seperti yang aku sampaikan sebelumnya. Yah, karena sebuah pilihan yang membuatku bimbang. Pilihan tersebut membuatku takut, membuat aku merasa jadi orang yang egois, yang tidak mempertimbangkan perasaan orang tuaku jika aku nan tinya memilih salah satu dari pilihan tersebut. Jelasnya, pilihan itu membuatku harus memilih antara pergi jauh dari orang tua, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, demi karir yang lebih baik ataukah aku harus memilih untuk menetap bersama orang tua, dan karir yang bisa jadi akan stagnan begini saja, dan akan keburu umur tidak melanjutkan pendidikan.

 Mungkin sebagian orang diluar sana menganggap apa yang aku rasakan atau apa yang menjadi pilihanku ini adalah sesuatu yang bukanlah masalah besar, sampai-sampai pilihan itu mengorbankan hari-hariku yang berharga. Orang lain mungkin bisa saja langsung memilih untuk pergi meninggalkan orang tua dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi demi karir yang lebih baik, tapi buatku hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Untuk mengambil keputusan itu, bagiku terasa berat. Aku tahu betul bahwa jika aku memilih hal yang sama, maka biaya pendidikan yang nantinya aku jalani itu bukanlah biaya yang tergolong murah. Belum lagi biaya kontrakan, biaya makan sehari-hari, dan biaya lain yang tak terduga. Ada banyak hal yang aku pertimbangkan. Belum lagi ada tiga orang saudaraku yang juga sedang melanjutkan pendidikan mereka, jadilah aku makin kepikiran. Aku merasa berat, sekaligus malu. Respon dari orang tua pun tidak memberikan jawaban yang jelas, masih samar-samar.

Waktu demi waktu berlalu, hingga aku pun akhirnya sadar bahwa sesuatu tersebut adalah salah satu bentuk ujian juga yang Sang Pencipta berikan. Ujian ini awalnya memang membuat aku terluka dan kecewa, hingga suatu hari membuat aku bertanya-tanya, mengapa pilihan ini berat untukku?. Tapi kini, aku merasa hal ini bukanlah sesuatu yang membuatku sedih dan terluka, hanya saja ujian ini sungguh merenggut perasaan baik dan waktuku. Memikirkan masalah ini membuat berat badanku hilang entah kemana. Bersamaan dengan itu, selama kebimbangan itu ada dalam diriku, aku merasa makin diberikan waktu untuk belajar ikhlas. Aku seolah disuruh untuk melihat alur cerita yang kubuat sendiri dan menantikan jawaban yang entah kapan datangnya.

 Sampai pada kondisi dan suasana hatiku yang akhirnya ikhlas untuk menerima semua hal yang tidak bisa aku paksakan. Ada banyak potongan-potongan kisah yang terjadi setiap harinya, yang seakan memberikan jawaban atas kebimbanganku ini. Salah satunya kisahnya yaitu, aku sempat beberapa kali memberanikan diri melangkah untuk memilih melanjutkan pendidikan, tapi akhirnya Allah berikan jawaban dengan kegagalan. Kegagalan tes masuk itu bukan hanya terjadi satu kali saja, tapi empat kali. Kejadian itu, memberikan luka dan kecewa kesekian dalam hatiku.

Seiring dengan kegagalan yang aku rasakan, ada hal baik yang datang dari arah yang berbeda. Kabar baiknya, aku mendapat tawaran kerja yang lain, tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang aku jalani. Aku merasa senang, karena bisa mendapatkan pengalaman kerja ditempat lain, sekaligus dana tambahan yang bisa aku berikan kepada orang tuaku. Tapi lagi-lagi, aku merasa hal ini menjadi salah satu rezeki sekaligus ujian dari-Nya yang membuatku akhirnya harus memilih lagi.  Memilih antara mengambil pekerjaan tersebut, ataukah menolak pekerjaan tersebut demi untuk fokus belajar persiapan tes yang ke lima kalinya. Dalam hal kasus ini, aku memberanikan diri untuk mengambil pekerjaan yang baru tersebut tanpa meninggalkan pekerjaanku yang lain. Aku dituntut untuk membagi waktu siang dan malam untuk mengerjakan tugasku di dua tempat yang berbeda, tetapi bidang yang sama. Dikondisi tersebut, akupun banyak mengambil pelajaran.

Hingga saat ini, kebimbangan itu masih ada dalam pikiranku. Hanya saja, aku merasa sudah terbiasa dan berdamai dengan keadaan. Persoalan melanjutkan pendidikan atau tidak, suatu saat nanti akan ada jawabannya. Aku meyakinkan diriku bahwa, apa yang aku jalani sekarang ini, sudah itu yang terbaik. Apa yang menjadi rezekiku tidak akan salah alamat. Cukup aku melakukan yang terbaik, terutama berbakti kepada orang tua. Aku yakin bahwa tidak ada kesedihan yang akan menetap ditempat, semua akan berlalu. Layaknya musim gugur yang berakhir, berganti musim semi yang menyambut bunga yang mekar.

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dikasih kode lagi sama Allah

Tidak mudah

Hanya butuh sabar