Cukup jadi diri sendiri

Kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda. Cara untuk memperoleh perasaan bahagia itupun tentu berbeda-beda. Tugas kita hanya mencari dan berusaha untuk bertahan dalam perasaan baik itu.

Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan kepada orang-orang diluar sana yang selalu menilai tingkat kebahagiaan orang lain hanya dengan melihat sering tidaknya seseorang tersebut terlihat  tersenyum. Ada sebagian orang yang mengatakan diriku adalah tipe orang yang senyumnya mahal. Tipe orang yang cuek dan terkesan sombong jika bertemu. Apa yang orang katakan itu tidak aku salahkan, tapi tidak juga membenarkan, karena menurutku hal tersebut terjadi secara alami, tidak dibuat-buat.

Ekspresi yang aku tampilan pada setiap orang itu bermacam-macam, tentu ada penyebabnya. Bisa saja ada yang bertemu denganku disaat kondisinya suasan hati lagi sedang tidak baik-baik saja, atau saat aku lagi capek dengan aktivitas padat yang aku jalani seharian suntuk, atau bisa jadi saat aku memang tidak melihatnya, jadi aku tidak tersenyum.

Aku tidak bilang bahwa aku sering tersenyum, karena sejujurnya memang senyumku seringkali berbanding lurus dengan suasana hatiku. Jarang aku tersenyum jikalau memang lagi jengkel terhadap sesuatu. Biasanya aku hanya diam saja. Kalau marah aku diam, lagi tersinggung aku diam, lagi tidak ingin berdebat aku diam. Yah, karena menurutku jika aku berbicara dan tidak sesuai dengan apa yang mereka mau, maka hanya akan menambah masalah saja, dan aku takut jika akan memicu keributan baru. Tapi, aku juga tidak bilang kalau aku tidak sering tersenyum. Apalagi dengan profesi yang sedang aku jalani sekarang. Pekerjaan yang menuntut untuk selalu tampil ramah dan berinteraksi baik dengan orang-orang. Jadi, sebisa mungkin memang harus ramah, dengan cara menampilan senyum yang manis. Jadi, sering atau tidaknya aku tersenyum, bukan berarti aku tidak bahagia.

Standar bahagiaku bisa saja berbeda dengan orang lain. Orang lain yang melepas penat dengan cara nongkrong dengan teman atau siapapun itu, maka bahagiaku tidak perlu itu. Bahagiaku sederhana. Setelah bekerja seharian dan merasa lelah, aku cukup diam di kamar seorang diri, nyalakan pendingin ruangan, kemudian menonton drama kesukaanku sambil makan cemilan. Suasana tenang dan tanpa gangguan orang itu adalah kenyamanan yang membuatku bahagia.

Bahagiaku sederhana. Cukup dengan memberi penghargaan untuk diri sendiri. Misalnya, setelah menjalani ibadah puasa senin-kamis, aku memberi reward untuk diri sendiri dengan cara makan makanan yang aku mau dan aku suka, atau makanan yang jarang aku makan. Makanannya pun tidak harus mahal, yang terpenting adalah aku suka, aku kenyang, dan aku merasa puas.

Bahagiaku sederhana. Aku bahagia jika apa yang telah aku rencanakan, yang telah aku jadwalkan dalam kurun waktu tertentu bisa terlaksana seluruhnya. Meskipun dalam pelaksanaanya ada kendala atau hambatan yang mengganggu, tapi akhirnya terselesaikan juga. Aku merasa ada kepuasan tersendiri yang tidak bisa aku jelaskan secara detail, dan lagi-lagi hal kecil tersebut membuat aku merasa bahagia. Contohnya, aku berhasil menyelesaikan target menulis sebelum deadline, atau menyelesaikan bacaan salah satu buku sesuai target waktu yang aku tentukan. Yah, aku suka membuat target. Jika aku berhasil aku merasa bahagia, tapi jika aku gagal bukan berarti aku tidak bahagia. Aku tetap bahagia, hanya saja tingkat kebahagiaan yang aku rasakan yang berbeda. Justru kegagalan target itulah yang nantinya akan memberi kekuatan dan pelajaran baru, serta mengukur batas kemampuan kita.

Bahagiaku sederhana. Bersyukur dengan pendapatan hasil kerja keras diri sendiri. Menerima gaji yang cukup untuk kebutuhan pribadi dan membantu keperluan keluarga adalah salah satu kebanggan tersendiri. Memberi uang belanja untuk Ibu demi memenuhi kebutuhan dapur beberapa hari. Membantu membayar biaya pondok adik setiap bulan. Punya jatah untuk tabungan pribadi dan untuk jajan barang yang disukai. Meskipun tidak banyak, tapi dengan nominal tersebut setidaknya mampu untuk bisa dibagi sesuai porsinya. Intinya, hasil kerja keras sendiri tidak dinikmati seorang diri. Hal tersebut juga memberi suatu kepuasan tersendiri yang sangat aku syukuri dan mampu membuatku bahagia dan merasa tenang.

Bahagiaku sederhana, memberi sesuatu tidak melulu harus yang mewah, yang terpenting adalah hasilnya memberi kebahagiaan dan memberikan apa yang orang lain butuhkan. Misalnya, menambahkan uang seribu rupiah untuk orang yang tidak dikenal saat berbelanja, saat seseorang tersebut benar-benar tidak punya uang tambahan lagi. Membantu orang lain menyeberang jalan saat orang tersebut takut untuk menyeberang jalan seorang diri. Hal sederhana seperti itu juga membuat hatiku bahagia. Memberikan bantuan saat orang lain membutuhkan, tidak harus dalam bentuk material saja.

Kadang aku tidak peduli penilaian buruk orang lain apalagi sampai mundur tanpa mencoba. Kalau aku merasa yakin, aku akan lakukan. Mengenai hasil akhirnya, itu soal nanti. Jikalau hasilnya baik, maka harus dipertahankan dan dikembangkan. Jikalau hasilnya gagal, maka hal itu dijadikan pelajaran dan pengalaman agar kelak dipertarungan selanjutnya, tidak mengulang kesalahan yang sama.

Menurutku, bahagia itu kita yang ciptakan, bahagia itu tidak harus melibatkan orang lain, bahagia itu jika kita mampu untuk bisa menjadi diri sendiri. Tidak sibuk dan takut memikirkan penilaian orang lain yang belum tentu mendukung apa yang kita lakukan. Jika yang kita lakukan tidak merugikan orang lain, teruslah bergerak dan berjuang. Railah bahagiamu dengan cara yang baik.

“Jika kamu merasa belum menemukan bahagia yang sesungguhnya, cobalah memulai untuk menjadi diri sendiri.”


 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dikasih kode lagi sama Allah

Tidak mudah

Hanya butuh sabar