Kukira sembuh ternyata luka
Memberikan
banyak pelajaran dan membuat diri ini sadar akan pentingnya komunikasi dalam suatu
hubungan dengan seseorang, mungkin itu pesan yang ingin semesta sampaikan
padaku setelah dipertemukan dengannya. Seorang manusia biasa yang punya watak
susah untuk ditebak. Memiliki sikap yang lembut kepada setiap orang, baik tutur
katanya, dan perhatian kepada sesama.
Aku
bertemu dengannya saat aku duduk di bangku kuliah semester tiga. Kami berada di
salah satu kampus swasta yang sama, tapi fakultas dan jurusan yang berbeda.
Hanya saja fakultas kami berhadapan, dan tempat nongkrong kami yang bisa
dibilang adalah area yang sama. Di area itulah aku bertemu dengannya pertama
kali. Aku merasa pertemuan dengannya adalah salah satu cara semesta untuk menyembuhkan rasa sakit masa laluku.
Berbulan-bulan sebelum bertemu dengannya, aku masih dalam proses penyembuhan
hati yang luar biasa sakit dan kecewa dengan seseorang, karena pergi tanpa
kabar dan alasan yang jelas.
Awal-awal
bertemu dengannya, aku sudah merasa bahwa dia adalah orang baik. Aku merasa punya kecocokan dalam hal
berinteraksi dengan orang lain, yaitu tidak terlalu banyak bicara, tidak
terlalu basa-basi, dan yang terpenting ia pandai dalam membahas topik yang menarik.
Biasanya jika bertemu dengan orang baru, aku merasa tenagaku habis terkuras
hanya dengan duduk dan berbincang sekali-kali. Tapi dengannya, aku nyaman.
Seiring
berjalannya waktu, aku masih merasa biasa saja. Masih menjalin hubungan sebagai
teman biasa atau hanya kenalan biasa. Memang, beberapa kali ia menawarkan
bantuan untuk membantuku mengerjakan tugas yang memang kala itu tugasku sangatlah
banyak. Ada banyak laporan dan tugas yang harus dikerjakan dengan waktu yang
rasanya sangat singkat. Waktuku hanya diisi dengan menulis laporan, laporan,
dan kuliah. Pulang kuliah saja harus menulis laporan lagi. Anak kuliahan yang
mengambil jurusan tentang kesehatan, pasti tahu betul rasanya. Hidup dengan
menulis laporan setiap hari.
Makin lama mengenalnya, makin sering berkomunikasi
melalui pesan singkat, aku dan dia makin dekat. Ada banyak hal yang kami
bicarakan, ada banyak bahan candaan yang bisa membuat kami merasa dekat dan
nyaman satu sama lain. Aku juga merasa punya kecocokan dalam banyak hal, baik
itu pola pikir, selera musik, selera makanan dan minuman, dan lain sebagainya.
Kata anak gaul sekarang ini, sefrekuensi.
Berbulan-bulan dekat dengannya, dia selalu meluangkan
waktunya untuk membantuku, baik itu mengerjakan tugas kuliah, menulis laporan, mengantar
dan menjemput ke kampus dan juga urusan diluar kampus. Dia selalu ada setiap
aku butuhkan. Semua yang ia lakukan menurutku, karena memang ia orang baik.
Bukan baik karena ada maunya. Tapi selang beberapa minggu setelah itu, ia
mengutarakan isi hatinya, bahwa ia tidak ingin hubungan kami hanya sekedar
teman biasa.
Aku tidak kaget mendengarnya, karena aku sudah
memperkirakan dalam hubungan pertemanan antara laki-laki dan perempuan, akan
ada banyak kemungkinan yang terjadi. Ditambah lagi sering mendengar ocehan
teman-teman kelas bahwa laki-laki yang tiba-tiba baik itu tentu ada maunya, jarang
sekali kebaikannya murni karena hanya ingin membantu saja tanpa ada imbalan
yang diberikan, dan aku pun percaya tidak percaya.
Aku
masih percaya bahwa di dunia ini masih ada laki-laki yang baik, tanpa ada alasan dibalik
kebaikannya itu.
Setelah menimbang dan memikirkan apa jawaban yang ingin
aku sampaikan padanya. Aku memberanikan diri untuk menerimanya. Semoga saja dia
akan tetap baik, tidak menyakiti perasaanku di masa depan.
Selama kurang lebih delapan bulan menjalin hubungan
dengannya, perubahan suasana hati itu terjadi. Aku mulai jarang mengirim pesan
padanya, dan dia pun tidak mencariku. Aku kira itu terjadi karena memang kita
berdua telah sibuk dengan urusan masing-masing. Entah aku atau dia yang merasa
bosan atau merasa tidak penting satu sama lain.
Seiring
waktu, aku sadar bahwa ternyata menjalin hubungan dengan sesama orang yang
tidak banyak bicara ternyata memusingkan, dan menguras pikiran. Sama-sama capek
untuk memulai percakapan dan menjelaskan
apa masalahnya, dan apa alasannya hubungan ini tidak seharmonis dulu. Semua
diam, mengira masalah ini bisa terselesaikan dengan sendirinya.
Beberapa
kali marahan dan baikan lagi. Hanya seperti itu saja siklusnya. Makin
bertambahnya waktu, masalah makin sering terjadi dan menyelesaikannya pun tidak
ada perkembangan sama sekali. Kami merasa hubungan ini hanya membuang waktu
saja, dan akhirnya kami putuskan untuk berpisah.
Yah,
dia yang dulunya aku kira datang untuk menyembuhkan luka masa laluku, ternyata
membuat luka baru. Seseorang yang aku kira datang untuk mengganti yang telah
pergi, nyatanya dia juga hanya datang, lalu pergi lagi.
Dulu,
setelah seseorang menyakiti perasaanku, menyembuhkannya butuh waktu yang lama.
Galaunya bisa sampai berbulan-bulan. Tapi kali ini sedikit berbeda, dia yang
telah menjadi masa lalu berhasil menjadi seseorang yang kesekian kalinya
memberi warna baru dalam hidupku. Kali ini, aku lebih banyak bersyukurnya
dipertemukan dengan orang baik seperti dia. Hanya saja, kami cocoknya menjadi
teman saja, bukan pasangan yang hubungannya bahagia. Pertemuan kami cukup
singkat, tapi banyak pelajaran yang memikat.
Terima
kasih semesta, karena bertemu dengannya aku bisa menjadi manusia yang lebih
kuat, tegar, dan mendapat tambahan pelajaran dan pengalaman hidup.
Komentar
Posting Komentar