Hanya butuh sabar

Dunia ini tempatnya ujian. Setiap yang hidup pasti diberikan ujian oleh Sang Pencipta, demi untuk menaikkan derajat hamba-Nya. Berhasil tidaknya seseorang melewati suatu ujian, tergantung dari kemampuan diri dan tidak lepas dari kehendak-Nya. Ujian dari Allah bisa datang dengan beragam bentuk dan bisa datang dari arah mana saja. Seringkali ujian dari-Nya dibungkus dengan nikmat dunia.

Aku, kamu dan semua hamba Allah yang ada di dunia ini derajatnya sama, yang membedakannya hanya ketakwaan dan keimanan setiap orang. Banyak cerita diluar sana yang mampu memberikan pelajaran. Diluar sana, ada yang diberi nikmat tapi Allah jadikan sebagai ujian, ada juga yang Allah berikan ujian tapi akhirnya menjadi nikmat, karena bekal kesabaran yang  dimiliki hingga akhirnya mampu melewatinya dengan baik. Kembali lagi bahwa semua itu karena faktor perbedaan keimanan dalam diri setiap orang.

Berbicara soal ujian di dunia, tidak jarang aku mendengar ada saja orang yang merasa tidak lagi punya jalan keluar. Sebab kurangnya ilmu pengetahuan dan rasa syukur dalam jiwanya, kurangnya keyakinan pada ketetapan Allah. Maka akhirnya memilih untuk melakukan tindakan yang tidak seharusnya dan sangat dibenci oleh Allah.

Ujian dari Allah memang sesuatu yang mau tidak mau harus kita hadapi, sekecil atau sebesar apapun masalah itu harus dihadapi dan diselesaikan. Meski kadang aku sendiri rasanya seringkali ingin kabur dari masalah hidup yang bertubi-tubi. Puncaknya aku rasakan saat aku berada dilingkungan perkuliahan semester akhir. Kala itu, rasanya berat sekali menjalani hari demi hari untuk menyelesaikan kuliah, untuk bangun tidur lalu berangkat ke kampus saja, kaki terasa berat untuk melangkah. Terlebih lagi, setelah aku menerima kabar yang begitu pahit dan menyesakkan dada. Saat dosen pembimbingku mengatakan kalau hasil penelitianku kurang akurat dan datanya ditolak. Padahal seluruh hasil yang aku peroleh adalah data dari alat yang aku gunakan untuk meneliti. Aku sungguh tidak tahu lagi harus bagaimana, sedangkan dana untuk penelitian ini tidaklah sedikit. Aku tidak bisa membayangkan jika harus mengulangnya lagi dan harus meminta uang lagi kepada orang tuaku. Pada penelitian sebelumnya saja aku sudah merasa tidak enak hati untuk menyampaikan kebutuhan-kebutuhan penelitianku, apalagi harus meminta lagi dengan alasan penelitianku sebelumnya dinyatakan gagal oleh dosen pembimbing.

Butuh waktu yang tidak sebentar hingga aku memberanikan diri memberitahu orang tuaku tentang kejadian tersebut. Butuh waktu lama hati ini menerima kenyataan pahit yang mau tidak mau harus aku jalani dan selesaikan demi masa depanku. Berlanjut pada tahap konsultasi kepada dosen pembimbing yang sungguh menguji kesabaran. Hari demi hari, dari minggu ke minggu, bahkan pernah sampai sebulan lamanya jadwal konsultasi baru bisa terealisasikan. Sungguh sulit rasanya bertemu dengan dosen pembimbing, yang keberadaanya selalu ada, tapi selalu ada juga kesibukannya.

Aku sering sekali merasa lelah dengan masalah yang aku hadapi, baik itu masalah yang datang dari orang tua, teman, atau yang paling sering aku alami sekarang ini adalah masalah yang datang dari dunia pekerjaan.

Hari itu, tepat empat bulan lamanya setelah aku menyelesaikan kuliah S1-ku, aku berdoa dalam sholatku, "Semoga Allah memberikan petunjuk untukku agar aku segera mendapatkan pekerjaan". Tidak lama setelah itu Allah kabulkan, akhirnya aku mendapat pekerjaan di salah satu klinik swasta di desaku. Tepat pada hari ini terhitung kurang lebih sudah 9 bulan aku bekerja, melayani pasien yang sungguh menguras tenaga dan emosi. Terlebih lagi jika suasana hati lagi kurang baik, lalu mendapat pasien yang tidak tahu sopan santun dan susah diatur. Rasanya seperti ingin mengacuhkan dan menyuruhnya pulang saja. Diajak bicara saja rasanya kayak ajak perang. Dia yang butuh diobati tapi dia sendiri yang tidak tahu cara menghargai.

Meski aku tahu Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya, tapi aku selalu saja merasa paling tersiksa, merasa Allah tidak adil. Aku seperti orang yang tidak tahu malu. Banyaknya permintaanku tidak sebanding dengan banyaknya amalanku. Padahal jika aku mengenang kejadian dimasa lalu, tanpa aku sadari Allah selalu memberikan apa yang aku minta, aku saja yang terlalu lambat menyadari itu.

Akhirnya sekarang aku bisa sadar bahwa semua yang aku alami ini adalah suatu bentuk ujian yang semua orang punya bagiannya masing-masing. Ujian yang tujuannya memberikan pelajaran dan pengalaman hidup. Diantaranya, melatih mental dalam mengolah perasaan yang datang, tidak mudah putus asa, dan tidak gampang kalah cuma karena lelah. Penyelesaiannya cukup dengan cara selalu melibatkan Allah dalam segala hal, selalu percaya Allah, yakin akan ketetapan-Nya, dan hanya butuh sabar menjalaninya.



 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dikasih kode lagi sama Allah

Tidak mudah