Karena Harapan
Perasaan suka kepada seseorang itu
tentu saja manusiawi. Aku, kamu, orang tuamu, saudaramu, keluargamu, dan semua
orang yang di dunia ini. Semua orang punya hati, jadi wajarlah jika bisa
merasakan beragam rasa yang dianugrahkan oleh-Nya. Baik itu perasaan benci,
kecewa, sedih, dan juga perasaan yang diharapkan banyak orang adalah perasaan
bahagia.
Meskipun hidup tidak selamanya akan
merasa bahagia terus menerus. Tapi, yakin saja bahwa sejatinya, tidak ada orang yang tidak ingin
bahagia dalam hidupnya. Termasuk aku sendiri. Diluar sana, tentu ada banyak
orang-orang yang ingin menjalani hidup tenang dan tentram bersama orang-orang
terkasih. Ingin hidup sehat, menjalani keseharian yang memberikan dampak baik
untuk kesehatan jasmani dan rohani diri.
Yah, hidup bahagia adalah harapan banyak orang. Meski sadar
bahwa kelak seiring waktu berjalan, harapan itu akan menjelma menjadi
sebuah doa yang diaminkan setiap waktu.
Harapan akan memberikan kebahagiaan jika itu terjadi sesuai
dengan apa yang kita inginkan. Begitu pun sebaliknya, harapan akan memberikan
kesedihan yang begitu dalam jika tidak sesuai dengan apa yang kita impikan.
Nah, hal yang kedua ini seringkali terjadi dalam dunia orang dewasa yang
menjalin sebuah hubungan dengan lawan jenis.
Aku akan lebih banyak menyinggung soal harapan manusia yang
disebutnya orang dewasa. Hal ini bukan berarti setingkat anak-anak dan remaja tidak punya
harapan atau tidak punya sesuatu yang diinginkan. Hanya saja, aku lebih ingin
menuliskan apa yang telah aku rasakan dan aku jalani sebelumnya.
Aku seorang wanita yang telah berumur 24 tahun ini sudah bisa
dibilang cukup untuk mengerti apa arti menjalani hubungan dengan lawan jenis. Hubungan dimana
aku pernah menjadi pemeran utama di dalamnya. Hubungan yang berhasil
membuatku menaruh harap pada sesuatu yang salah. Hubungan yang akhirnya
menyadarkan bahwa akan ada peran orang lain dalam proses diri menjadi lebih dewasa.
Di usia sekarang ini, aku sadar bahwa hidup ini bukan hanya
tentang menikmati hidup sesuka hati. Bukan juga waktunya untuk mencari dan
menghasilkan banyak uang, lalu dinikmati sendiri. Ada orang tua yang menaruh
harap pada masa depanku. Menanti pasangan yang menemani anaknya sampai tua
nanti. Menanti cucu yang mukanya masih misterius, akan lebih mirip siapa.
Menanti keluarga baru untuk bisa saling berbagi cerita. Aku sadar bahwa
kedepannya tantangan dunia ini akan semakin besar rintangannya. Semandiri
apapun seorang wanita, akan tetap membutuhkan seorang imam untuk membimbing dan
menemaninya.
Bagiku, umur bukan patokan kesiapan untuk menikah. Bukan
juga target yang harus diatur sesuai angka kemauan kita. Tapi ini adalah soal rezeki yang Allah atur untuk
kita. Tentang kesiapan diri kita untuk menerima dengan lapang. Sebab
sebagaimana pun kita mengatur ingin ini dan itu, kalau Allah tidak menghendaki
jalan tersebut, maka tidak akan terjadi. Sebaliknya, sejauh apapun, sekeras
apapun kita untuk menolak, kalau Allah yang mengizinkan itu terjadi, maka
terjadilah.
Di umur 24 tahun ini, aku belum menikah. Itu berarti Allah belum
memberi jalan untuk itu. Selain itu, aku juga sadar bahwa belum ada niat dan
kesiapan untuk menikah. Apalagi tentang menerima orang baru yang jauh berbeda denganku.
Sekarang Allah berikan jalan seperti ini. Akan aku artikan ini sebagai kesempatan untuk bisa berkarya, lebih bermanfaat, banyak berbuat baik, mengikuti alur kehidupan dengan semua kejutan semesta, dan yang terpenting aku
menganggap bahwa
Allah menyuruhku untuk sabar dalam penantian ini.
Penantian ini
akan kujadikan kesempatan untuk memperbaiki kualitas diri, menambah ilmu
pengetahuan apapun yang aku butuhkan, tanpa ditemani oleh seseorang. Meski aku
tahu bahwa bukan perkara mudah untuk menjalani proses ini seorang diri,
bertahan dengan pendirian dan kesendirian ditengah gempuran bertebarannya
undangan pernikahan teman-teman seangkatan bahkan adik kelas. Aku lebih memilih
sendiri untuk sekarang ini karena aku tahu bahwa menjalin hubungan dengan orang
lain hanya akan menambah beban pikiran dan terlebih lagi akan menambah dosa. Aku
bersyukur karena seiring waktu yang aku lalui, aku merasa terbiasa dengan semua
hal yang datang membawa janji manis yang keterjaminannya pun tidak bisa
dipercaya.
Banyaknya kesalahan yang aku lakukan di masa lalu juga
banyak memberikan pelajaran hidup tentang menjalani sebuah hubungan. Tersadarkan
pula bahwa dalam ajaran Islam pun, menjalin hubungan dengan lawan
jenis ini jelas adalah hal yang menentang Allah. Menaruh harap pada selain Allah
adalah sebuah kesalahan fatal.
Aku bertahan untuk sendiri karena tidak ingin lagi
jatuh pada kesalahan yang sama terkait menjalin hubungan dengan seseorang tanpa
ada ikatan sah di dalamnya. Hubungan yang diharapkan bahagia, justru akan
membawa kesedihan yang tak terkira. Merasa tersakiti karena kesalahan sendiri. Terluka
karena harapan yang diletakkan ditempat yang salah sejak awal.
Sekarang ini aku bahagia karena tidak lagi terluka
karena harapan. Harapan sesungguhnya telah aku simpan ditempat semestinya. Harapan
terkait jodoh yang aku idam-idamkan akan kusimpan rapat-rapat dalam setiap doa,
hanya aku dan Allah yang tahu.
“Nikmatilah
waktu yang Allah berikan untuk sendiri, sebelum engkau dipertemukan dengan
cerminan diri.”
Komentar
Posting Komentar