Obat Paling Mujarab


            Dunia ini adalah tempat tinggal kita sementara, bukan selamanya. Dunia adalah tempat dimana kita mendapatkan banyak sekali pelajaran hidup. Banyak perlakuan berbeda, yang akan kita terima dari masing-masing orang yang kita temui. Awal untuk saling mengenal dengan orang lain. Mengetahui banyak hal baru yang belum kita ketahui sebelumnya. Menikmati berbagai macam perasaan yang kita rasakan. Yah, ada banyak hal yang akan kita dapatkan dan bisa menjadi pengalaman untuk melanjutkan hidup di masa depan.

            Mengenai pengalaman hidup, seringkali hal tersebut berangkat dari perasaan yang tidak baik-baik saja. Berangkat dari rasa sakit, sedih, atau kecewa terhadap sesuatu. Perasaan yang rasanya sulit diterima oleh hati, membuat galau berhari-hari, bahkan meninggalkan trauma tersendiri. Tapi seiring waktu, setelah kita sadar akan hikmah yang kita dapatkan, perlahan-lahan kita hanya bisa mengikhlaskan.

            Pengalaman dan pelajaran hidup setiap orang, didapatkan dari berbagai peristiwa dan situasi yang tidak diketahui banyak orang. Entah itu masalah yang tergolong ringan, medium, sampai pada permasalahan yang sungguh berat untuk di hadapi.

            Semakin dewasanya seseorang, harusnya juga paham kalau masalah yang muncul di kehidupan kita itu bukan hanya berasal dari orang lain, bukan semata-mata karena perlakuan orang lain. Tapi, secara tidak sadar kita ikut serta berperan juga menimbulkan masalah yang ada. Entah itu reaksi seseorang atas sikap kita yang terlalu cuek dengan lingkungan sekitar, atau bahkan mungkin karena terlalu peduli. Bisa jadi karena kita yang terlalu berharap pada sesuatu atau berharap kepada seseorang.

            Di umur 24 tahun ini, rasanya dunia sudah cukup banyak memberikan pelajaran. Terlebih lagi dari segi luka karena berharap pada seseorang.

Bisa dibilang, dulu aku belum bisa mengerti dengan keadaanku saat itu. Aku belum paham dengan duniaku, apa mauku, dan apa yang sebaiknya aku lakukan di posisiku saat itu. Yang aku lakukan hanya bisa termenung, mengenang sikap dan kata-katanya yang mengecewakan. Aku merasa sebagai orang yang satu-satunya terluka karena hubungan yang aku jalani bersamanya. Merasa yang paling tersakiti sendirian dan tidak lagi  dipedulikan.

            Sekarang, aku sadar bahwa rasa sakit yang aku rasakan dulu itu sebenarnya karena kesalahanku sendiri. Harusnya aku tidak boleh serta-merta menyalahkan orang lain sesuka hatiku. Menuduhnya jahat dan mengabaikanku. Aku juga yang salah. Jelas-jelas jalan yang aku pilih itu adalah jalan yang salah. Keputusanku untuk menjalin hubungan tanpa ikatan sah itu sangat tidak bisa dibenarkan. Apapun alasannya itu salah. Itu adalah perbuatan dosa. Banyak hal buruk yang akan terjadi jika aku terus melanjutkan hubungan itu.

            Waktu itu, aku masih duduk di bangku kuliah. Aku seringkali dibantu olehnya dalam mengerjakan tugas dan laporan praktikum yang begitu banyak dan menumpuk. Seiring waktu kami dekat karena sering bersama. Bahkan saat-saat jam istirahat perkuliahan kami sering janjian untuk bertemu. Entah bertemu karena memang ada keperluan atau bahkan bertemu untuk hanya sekedar makan bersama.

            Di situasi kala itu aku merasa susah untuk menolak bantuannya, karena memang aku perlu bantuan. Terlebih lagi aku tidak punya kendaraan untuk mengurus dengan cepat. Di sisi lain ia juga seringkali menawarkan bantuan. Jadi, merasa mubazir saja jika tidak memanfaatkan bantuan yang ada di depan mata.

Dulu, sama sekali tidak ada niatan untuk memiliki hubungan yang istimewa dengan seseorang. Terlebih lagi dia seorang laki-laki yang tergolong baru aku kenal. Masa perkenalan saja, sepertinya belum cukup setahun. Tapi, entah kenapa rasanya begitu cepat akrab. Seperti orang yang sudah saling kenal bertahun-tahun. Seiring berlalunya waktu yang kami lalu, tanpa sadar aku terbawa suasana dan sering bersama.

Namanya juga manusia, setiap orang ada masanya dalam hidup kita. Akan ada waktunya untuk datang, kemudian pergi lagi. Aku sadar itu, dan aku menganggap bahwa masanya sudah selesai bersamaku. Padahal aku pernah berharap bahwa dia akan terus bersamaku dalam jangka waktu yang lama. Tapi ternyata tidak, harapanku tidak sesuai dengan kenyataan yang aku hadapi saat itu.

Dia mulai berubah. Tidak seasik dulu, tidak sehumoris dulu. Ternyata benar kata orang, kalau orang yang baru kamu kenal itu tiba-tiba terlalu baik, harus hati-hati. Pilihannya ada dua, yaitu memang dia baik ke semua orang atau dia hanya sedang pura-pura baik. Jangan sampai orang itu bersikap baik hanya untuk menarik perhatianmu, alias ada maunya.

Aku tidak tahu, dia ada di pilihan yang mana. Aku hanya tahu bahwa dia anak yang baik. Aku sama sekali tidak pernah benci dengannya. Meskipun pada akhirnya ia sangat mengecewakanku dan meninggalkanku kala itu.

Aku begitu kecewa saat ia tiba-tiba bilang padaku bahwa, dia akan berhenti disini. Dia tidak ingin melanjutkan hubungan ini karena takut dosa. Kelak kita akan dipertemukan lagi, jika memang kita berdua ditakdirkan bersama.

Mendengar penjelasannya saja, hatiku rasanya bercampur aduk. Ada rasa senang, kecewa, kagum, dan sedih bercampur jadi satu. Aku senang karena telah lepas dari hubungan haram itu. Aku kecewa karena merasa dia tidak mengerti dengan situasi yang aku hadapi. Aku yang sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan ujian akhir, belum lagi cobaan revisi dan mengejar waktu pembimbing sana-sini. Ditambah lagi perasaan yang campur aduk karena dia. Aku kagum karena ia sadar akan kesalahannya. Aku pun tentu merasa sedih karena tidak lagi bisa bersama seperti hari-hari biasanya.

Dihari-hari setelah kejadian itu, aku banyak merenung akan kesalahanku, dosaku yang begitu banyak, kehidupanku yang seringkali mengabaikan laranngan-Nya, banyak menghabiskan waktu hanya untuk urusan dunia.

Aku akhirnya sadar bahwa ini adalah salah satu bentuk teguran yang Allah berikan, yang artinya Allah masih memperhatikanku. Bersyukur karena Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk merasakan sakit hati karena berharap kepada selain Allah. Memberikan hidayah kepadaku berupa rasa keikhlasan hati untuk menerima kenyataan yang ada. Seakan diberikan obat paling mujarab untuk bisa kembali merasakan hidup damai dan pikiran tenang.

Rasa ikhlas adalah obat paling mujarab.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak mudah

Bercerita

Kisah Menjadi Karya