Istiqomahnya Yang Sulit

            Semua orang yang hidup di dunia ini pasti ingin hidup bahagia. Hidup dengan nyaman dan damai bersama orang-orang terkasih. Tapi dibalik keinginan hampir seluruh umat itu, kita tahu hidup di dunia bukanlah hal yang mudah untuk dijalani begitu saja, bukan sesuatu yang tidak menguras pikiran dan juga tenaga untuk bertahan hidup ditengah banyaknya cobaan yang silih berganti.

          Sejatinya aku, kamu, dan semua orang di dunia ini hanyalah singgah untuk sementara. Berada di dunia ini hanyalah satu proses seorang hamba untuk bisa melangkah ke kehidupan selanjutnya.

      Aku menyadari bahwa dunia hanya sementara. Akan ada kehidupan setelah dunia, yaitu akhirat. Kehidupan yang seharusnya lebih aku pikirkan dan persiapkan dari sejak aku lahir hingga dewasa, kemudian kembali kepada-Nya. Dari semenjak aku tidak tahu apa-apa hingga akhirnya mengerti apa tujuan hidup yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.

      Meski banyak orang yang tahu bahwa keberadaan semua hamba Allah Ta’ala hanya sementara di dunia ini, masih saja ada orang-orang diluar sana yang tidak punya akal sehat untuk mempersiapkan bekal akhiratnya. Meskipun ia tahu bahwa yang dilakukannya selama ini adalah sesuatu yang salah dan mendapat dosa, tetap saja dilakukan, seolah tidak mau tahu dan seringkali membenarkan, mengganggap itu normal dan biasa saja. Inilah yang terjadi ketika setan sudah berhasil dan terlajur merasuki pikiran dan hati seseorang.

       Tapi aku juga sadar bahwa semua orang di dunia ini bisa berubah sikapnya menjadi lebih baik, atau bahkan bisa terjadi sebaliknya. Orang yang dulunya baik, menjadi tidak baik. Entah karena ada kejadian apa yang melatarbelakangi perubahan sikap seseorang. Kepada sesama manusia yang gampang dibolak-balikkan hatinya, maka aku sadar bahwa tidak boleh seenaknya mencap orang lain dan menilainya hanya dengan satu sisi saja.

Sebelum aku mengenal hijrah, aku kadang heran melihat orang-orang yang terlihat sungguh agamis, beribadah dengan giat, melihat muslimah berpakaian tertutup secara berlebihan, bahkan heran melihat muslimah yang memakai pakaian yang menyapu lantai jika ia berjalan. Aku heran melihat seseorang yang melakukan banyak hal yang aku kira dulunya hanya buang-buang waktu. Tapi setelah Allah Ta’ala berikan hidayah untuk bisa banyak belajar lagi mengenai ilmu agama, akhirnya aku sekarang yang merasa malu dan sangat menyayangkan waktu orang-orang yang belum mengenal hijrah karena terbuang sia-sia.

Setelah mengenal hijrah, aku berani untuk mengatakan bahwa seandainya orang-orang tahu jika ia berubah menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang ingin lebih dekat kepada Sang Pencipta, sungguh ia akan menemukan ketentraman jiwa. Pasti akan banyak orang yang memilih jalan ini. Dari semua sisi keras kehidupan ini, pasti akan ada petunjuk yang Allah Ta’ala kirimkan.

Saat seseorang telah bertekad untuk hijrah menjadi pribadi yang lebih baik, kokoh pendiriannya untuk menjauhi larangan-larangan-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan apa yang Allah Ta’ala perintahkan, baik sunnah apalagi yang memang ibadah wajib. Sungguh berbahagia hati dan jiwanya karena mendapat hidayah dari Allah Ta’ala. Sebagai contoh kecil yang pernah aku alami adalah, jika Allah Ta’ala memberikan suatu ujian maka apapun cobaannya, diri ini akan senantiasa berprasangka baik. Meski awalnya Allah Ta’ala berikan ujian dulu lalu Allah Ta’ala berikan jawabannya, aku akan tetap berusaha yakin dan percaya bahwa ada ketetapan atau takdir baik setelah kejadian yang tidak mengenakkan hati ini.

Berbicara soal hijrah bukanlah pula sesuatu yang patut digampangkan atau dimudah-mudahkan, karena sesungguhnya ujian keimanan dan ketakwaan seseorang akan diuji habis-habisan. Butuh usaha yang besar apalagi dalam hal untuk istiqomah menjalaninya. Aku sendiri merasakan bahwa semenjak diri ini bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ada saja masalah-masalah yang datang, masalah yang bisa saja menjerumuskan kembali ke jalan yang salah. Tidak jarang aku pun kembali terhasut dan kalah dengan godaan-godaan setan.

Sepenggal kisah yang pernah aku alami saat awal-awal berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Kala itu, aku duduk dibangku kuliah semester 4. Salah satu teman baikku mengajakku untuk pergi menghadiri salah satu majelis ilmu yang pematerinya adalah seorang Ustadzah terkenal. Sebenarnya aku mengiyakan ajakan tersebut karena hanya gabut saja dan hitung-hitung mengisi kekosongan, kebetulan kegiatannya bertepatan dengan jadwal libur kuliah. Saat sampai dilokasi, aku melihat ternyata ada banyak muslimah yang datang. Perasaanku pertama kali melihatnya seperti diberikan rasa sejuk yang tidak biasa. Nyaman dan tentram rasanya hati ini berada di sekeliling muslimah sholehah yang dominan memakai cadar. Makin lama berada di majelis ilmu itu, aku merasa nyaman sekaligus iri melihat tampak kesholehan muslimah yang dengan nyamannya memakai pakaian tertutup dan tidak berwarna warni.

Dari satu kegiatan majelis ilmu itu, aku mulai menyukai dan mulai aktif mengikuti majelis ilmu. Aku suka mencari informasi tentang majelis ilmu dan selalu bertanya kepada temanku, hari ini ada kegiatan majelis ilmu dimana?, Temanya apa?, pematerinya siapa?, sama siapa akan pergi kesana?, dan lain-lain. Kadang pula aku yang memberikan informasi kepada teman-temanku, dan kadang pula mengajak teman yang lain. Meski lebih seringnya ajakanku ditolak.

Selain mengisi kegiatan dengan majelis ilmu, baik offline maupun online. Kala itu, aku juga mulai aktif di beberapa komunitas sosial, seperti kegiatan donor darah, kegiatan berbagi makanan, berbagi Al-Quran, dan masih banyak lagi. Di tahap semester akhir kuliah, aku merasa punya banyak sekali cobaan agar bisa menyelesaikan kuliahku. Semuanya sungguh menguras tenaga, menguras dompet, dan juga menguras air mata. Banyak ujian yang aku rasakan kala itu, hingga akhirnya aku memilih untuk makin dekat dengan Allah Ta’ala. Memohon petunjuk dari-Nya agar aku bisa menjalani ujian ini dengan baik dan sabar. Disituasi terpuruk seperti itu, aku benar-benar rajin beribadah, rajin melaksanakan sholat malam, rajin sholat dhuha, rajin zikir pagi dan petang, dan rajin shalawat juga.

Setelah semua Allah kabulkan dan akhirnya aku bisa wisuda, aku mulai jarang lagi melaksankan ibadah itu. Sungguh malu rasanya, tapi berat juga untuk terus menjalankan semua ibadah itu. Makin banyak belajar, aku akhirnya tahu bahwa bertahan untuk menjaga perbuatan baik, menjaga amalan sunnah dan wajib agar tetap konsisten dikerjakan, itu bukan hal yang mudah. Aku hanya berdoa, semoga aku tidak jatuh terlalu jauh. Yah, istiqomah itu sulit.

Tidak ada jaminan orang yang ingin berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik, tidak akan kembali ke jalan yang salah. Karena sesungguhnya proses hijrah adalah proses peperangan dengan diri kita sendiri, proses untuk bertahan dengan segala  macam godaan yang datang dari arah mana saja dan tidak kita sangka-sangka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak mudah

Bercerita

Kisah Menjadi Karya