Kekuatan Setelahnya
Ada
banyak hal di dunia ini yang membuat kita tidak enak hati, sering membuat
marah, sedih, kecewa bahkan lebih parahnya meninggalkan trauma yang mendalam. Entah
itu karena perlakuan ataupun karena ucapan yang membuat kita tersinggung. Goresan
luka yang diterima oleh diri, membuat banyak kenangan yang rasanya sungguh
tidak ingin mengingatnya lagi. Apalagi sampai mengenangnya kembali. Tapi apakah
bisa ini terjadi? Tidak. Pasti akan ada momen dimana kita akan mengingatnya
kembali, entah secara tiba-tiba ataukah ada cerita lain sebagai pengantarnya.
Seiring
waktu berlalu, akan makin banyak pelaku yang mengukir namanya dalam kisah hidup
ini. Entah pelaku yang mengukir kisah bahagia ataukah sebaliknya. Makin bertambahnya
kenalan dari lingkungan pertemanan, maka makin besar pula kesempatan kita untuk
menerima lebih banyak pengalaman hidup, makin banyak rasa yang mau tidak mau,
hati akan merasakannya lagi.
Setiap
orang pasti punya rasa sakitnya sendiri. Punya cara untuk menerima dan
menangani rasa sakit itu dengan cara seperti apa. Begitupun denganku. Di usia
kepala 20an, sudah cukup banyak rasa sakit yang aku rasakan, entah dari
lingkungan sekolah kala itu, lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, bahkan
lingkungan kerja seperti sekarang.
Ada
satu momen dimana aku merasa kecewa yang sangat amat mengecewakan. Berkali-kali
menerima rasa sakit yang memang seharusnya aku rasakan. Rasa sakit karena
berharap pada selain-Nya. Meskipun sejujurnya dari lubuk hati paling dalam, aku
sadar bahwa ini salah, tapi bodohnya tetap kujalani. Aku merasa dibutakan oleh
rasa yang begitu berbunga-bunga kala itu, bahagia namun hanya sementara. Aku
memang salah. Sakit hati, kecewa, sedih, semua itu aku yang mencarinya sendiri.
Tanpa aku sadari semua rasa sakit itu aku sendiri yang membuatnya, karena mengabaikan
perintah-Nya.
Kalau
ditanya tentang masa lalu itu lagi. Kini, aku tidak apa-apa, tidak ada yang
perlu lagi dipermasalahkan. Masa lalu adalah kisah pahit yang memberikan banyak
pelajaran hidup. Masa yang mengajarkan untuk lebih dewasa. Aku telah memaafkan
siapa saja yang membuatku terluka, sedih, kecewa, membuatku tidak lagi punya
semangat hidup kala itu. Aku telah memaafkan perbuatan kasar, kata-kata yang
sungguh menyakiti hati, dan segala hal yang membuat diriku marah dimasa lalu.
Aku
memaafkan karena aku sadar bahwa setiap orang pasti pernah salah. Pasti pernah menoreh
luka sesama manusia. Aku sadar bahwa rasa benci yang membelenggu kala itu hanya
akan mendatangkan rasa tidak tenang dalam hidupku. Aku tidak ingin hidup seakan
terselimuti masa lalu, tidak lagi menjalin silaturahmi dengan baik kepada yang
lainnya hanya karena satu orang.
Ibrahim
Elfiky juga menuliskan dalam bukunya yang berjudul “Personal Power” bahwa memaafkan
merupakan salah satu sifat Tuhan. Memaafkan adalah bentuk tertinggi dari cinta.
Memaafkan bisa memberikan kedamaian, ketenangan, dan menghasilkan energi
positif. Ia juga menuliskan bahwa orang pemaaf lebih optimis dan lebih mudah
untuk bahagia. Setelah membaca itu, aku makin sadar bahwa hari-hariku sebelum
memaafkan memang sangat berantakan dan tidak ada gairah sama sekali. Sama
sekali tidak ada manfaatnya hidup disuasana hati seperti itu.
Memaafkan
bukan berarti kita lemah, memaafkan bukan berarti kita kalah, memaafkan bukan
berarti kita melupakan seutuhnya, tapi memaafkan adalah cara yang paling ampuh
untuk bisa hidup tanpa banyak pikiran, tidak lagi membenci, hidup bahagia, dan
untuk menjaga kesehatan mental.
Keputusanku
untuk memaafkan semua hal kala itu sungguh memberikan kekuatan baru untuk
diriku. Kekuatan untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik, kekuatan untuk
belajar agama lebih banyak dan berusaha untuk hidup lebih bermanfaat. Banyak
hal baik yang aku rasakan hingga kini. Salah satunya adalah masih aktif dalam
kegiatan sosial kemanusiaan sejak 2 tahun lalu, memanfaatkan waktu untuk
berkarya. Aku bahagia hidup dengan aturan diri sendiri agar bisa konsisten
dengan tujuan. Tidak ada lagi rasa yang membuatku banyak pikiran seperti dulu.
Kini hidupku tenang dan bahagia. Aku harap Allah senantiasa menjagaku dalam
koridor taat.
Masalah
yang aku rasakan dulu itu adalah takdir. Masalah yang ditujukan untuk untuk
menjadikan diri ini lebih kuat hati, kuat jiwa dan raga, dan kuat iman. Menjadi
orang yang lebih menghargai hidup, lebih dewasa dan lebih teliti dalam menjalin
hubungan sesama manusia. Setelah ada banyaknya cobaan hidup, akan ada kekuatan
setelahnya. Hanya perlu sabar dan memaafkan.
Komentar
Posting Komentar